keluhkesahbabi

keluhkesahbabi

Senin, 12 Januari 2015

Curhat Tentang Natasha Skin Care dan Temannya

Hai teman-teman Babi, kali ini saya akan membahas masalah produk kecantikan yang sangat penting, laki-laki juga boleh baca kok!
Artikel kali ini adalah pendapat dan review saya tentang skincare yang pernah saya coba di Semarang. Beberapa kali saya mencari referensi di Google - lagi-lagi Google, tapi tidak menemukan informasi yang berarti. Oke, jadi kali ini saya akan membahas mengenai Natasha Skin Care, udah pada tau kan ya? Ya iyalah orang terkenal.
Beberapa kali saya punya masalah dengan kulit terutama pada bagian wajah, masalah yang wajar sebenarnya dan dialami hampir seluruh umat di dunia, jerawat. tapi entah kenapa saya merasa yang satu itu memang sangat kurangajar dan mengganggu aktivitas manusia, jadi harus dimusnahkan. Nah, bagaimana memusnahannya? Salah satunya dengan perawatan wajah.
Saya pernah melakukan perawatan wajah dengan facial di daerah Telogo Bayem, Semarang, saya lupa tempatnya, sudah lama sekali sejak terakhir saya ke sana, di daerah dekat Mugas sepertinya.
Saya mulai menjalani perawatan wajah sejak SMP kelas 8 atas saran dari tante saya. Kenapa bukan dari mama saya? Ya memang karena saya anak tante, bukan anak mama :p Karena ya itu, mama saya kurang begitu tau tentang tempat-tempat untuk perawatan kecuali beberapa dokter kulit yang bikin ketergantungan obat. Jadi tante saya mula-mula menyarankan saya untuk perawatan di Natasha.

Facial adalah salah satu perawatan wajah yang kita kenal dari sekian banyak perawatan jerawat lain di dunia perkulitan -eh-. Facial dimanapun ibarat PHP, Pertama dipijit dimassage terus ditanya mau cukur alis nggak, biasanya sih diperhalus dengan "Mau dirapiin alisnya?" yang notabene sama aja sama "Mau saya cukurin alisnya? Cabut atau kerik?" gitu. Enak banget waktu pertama-tama facial. Saya pikir wah enak banget ternyata difacial cuma dipijit-pijit gini bisa hilang nih jerawat, eh ternyata dugaan saya meleset jauh. Setelah beautician atau yang biasa kita kenal dengan kakak/mas/mbak yang nge-facial itu mijit, negara api menyerang. Eh, maksudnya, perang jerawat dimulai. Saya selalu takut pada bagian ini karena saya harus siap meremas tangan saya sendiri, atau menahan air mata karena gengsi, padahal saya terpejam. Jerawat dan komedo dibersihkan dengan brutal. Sakitnya tuh disini! Saya tidak tau itu pakai alat jarum atau dipencet pake tangan. Yaudahlah peduli amat yang penting selesai. Dan saat selesai, saya kagum juga karena wajah jadi bersih meskipun ya awalnya bengkak merah-merah, dan... sakit.

Nah, untuk tempat facial, saya baru mencoba Natasha dan Larissa, dua skincare yang berbeda namun sama-sama terkenal. Saya lebih condong ke Natasha, karena saya merasa cocok dan jerawat saya lebih cepat hilang. Ada plus-minus nya sih, mungkin Larissa memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengobati jerawat dan perawatan karena memakai bahan-bahan yang lebih alami dari Natasha. Ya tau sendiri lah kalau Natasha lebih banyak menggunakan alat-alat modern dan teknologi terkini, sedangkan Larissa ya herbal alami gitu.
Dari segi harga kita juga bisa melihat perbedaannya, saya sudah lupa sih harga tepatnya karena saya tidak terlalu sering melakukan perawatan di sana-sini, tapi memang lebih mahal Natasha. Namun saya menduga mungkin harga yang mahal lagi-lagi berpengaruh dengan hasil yang saya dapat, karena hanya beberapa kali sejakkedatangan saya ke sana, wajah saya naik beberapa tingkat lebih cerah - cieh kayak iklan cream wajah aja- Namun beberapa orang mungkin menyangka bahwa hasil yang cepat dan instan ini mengandung efek samping. Saya juga masih kurang tau apa efek sampingnya, yang jelas saya juga akan bijaksana dalam melakukan perawatan yang cocok untuk kulit saya.

Dulu saya sempat berhenti dari Natasha saat kelas 9 SMP sampai kelas 10 SMA, dengan alasan kulit wajah saya sering memerah seperti kepiting rebus jika terkena matahari, padahal sebelumnya tidak pernah, kulit saya kan tidak putih, jadi tidak kelihatan merah meronanya. Jadi saat itu antara senang dan tidak, karena wajah saya merah berarti tandanya saya sudah putih -pemikiran bodoh-, tapi juga sedih karena seakan-akan kulit saya jadi sensitif berlebihan. Sejak saat itu mama saya mengatakan saya harus stop Natasha dan beralih ke Larissa. Namun apa daya, muka saya tidak cocok di Larissa, jerawat saya malah tambah banyak, bisa jadi karena hormon berlebih sih, entahlah yang jelas saya frustasi. Saya sudah menggunakan berbagai obat tradisional sampai modern, seperti bedak jamu Nyonya Meneer untuk jerawat, jamu pahit minum dari akar tanaman, minum Nature-E, sampai masker d.i.y. dari tomat dan kentang, hasilnya nihil. Saya tidak mengatakan itu jelek, hanya saja mungkin saya yang kurang sabaran menunggu hasil. Well, akhirnya setelah sekian lama saya kembali ke Natasha dan akhrinya saya bebas dari jerawat yang menggerombol di wajah saya. Meskipun masih ada sih satu dua tapi masih dalam tahap wajar. Dan yang saya suka, wajah saya lebih cerah dan kali ini tanpa memerah sedikitpun.
Sampai saat ini sih saya masih sering ke Natasha yaitu sebulan sekali untuk perawatan, tapi saya juga membatasi, dalam artian tidak terlalu bergantung dengan perawatan tersebut, karena beberapa orang takut ketergantungan. Saya sudah menjajal facial biasa, facial acne, facial pencerahan/whitening, peeling wajah, peeling leher, microderm, penyinaran biru, dan injeksi whitening.
Pelayanan Natasha sangat ramah, saya datang ke Natasha Paragon Semarang, mesipun harus menunggu lama, tapi wajar saja sih dan tidak seramai saat saya di Larissa. Kisaran harga antara Rp80.000,00 untuk facial biasa, sampai tidak tahu tergantung kondisi wajah. Saat pertama kali datang selalu wajib konsultasi dokter, dan dokter akan menjeprat-jepret wajah kita alias difoto. Biasanya sih harus penyinaran dulu buat yang banyak jerawatnya, harga penyinaran mungkin sekitar Rp150.000,00 belum diskon - biasanya ada diskon jadi Rp120.000,00 atau Rp130.000,00. Untuk pertama kali konsultasi dokter, budget yang disiapkan memang rada banyak, karena kita harus membeli semua "perlengkapan" sehari-hari. Waktu itu saya harus datang dua minggu sekali, dan memang saya harus akui bahwa bikin bokek. Pertemuan pertama habis 1 juta lebih, demikian juga kedua dan ketiga, harga itu sudah termasuk perawatan. Kemudian saat yang keempat sekitar Rp600.000,00. Saya sampai sering dapat pouch Natasha karena pembayaran diatas Rp500.000,00. Ada pouch yang dihadiahkan di atas pembayaran Rp500.000,00 ada juga untuk pembayaran di atas Rp1.000.000,00.
Ini yang pembayaran di atas Rp1.000.000,00. Di rumah udah ada 3 kayak gini, yang dua lagi warna pink.

Ini juga pembayaran di atas Rp1.000.000,00. Untung modelnya beda dari yang di atas, kalau sama kan bosen!

Ini buat yang di atas Rp500.000,00. Ukuran lebih kecil.
Dan sejak saat itu setelah wajah saya sudah mendingan, saya mulai membatasi datang ke Natasha. Paling sekarang datang cuma facial saja, paling-paling cuma butuh dana Rp200.000,00 dan dapat kembalian. Atau kalau ada yang habis cream nya saya juga ke sana, itu saja saya juga bisa pesan antar cream via telepon (minimum pembelian Rp200.000,00), jauh lebih praktis.
Ini kemasan pesan antar, minimal beli Rp200.000,00
Sampai saat ini saya juga fine fine saja dengan semua produk Natasha yang saya pakai; cream pagi, tirai, cream leher pagi, cream lingkar mata, cream malam, cream leher malam, toner, milk cleanser, handbody pagi dan malam, kadang juga beli masker pengencangan wajah.

Lumayan rempong memang buat yang tidak terbiasa dengan perawatan, tapi bagi para gadis (catat: wanita), perawatan itu wajib, jadi ya kunci nya jangan malas-malas merawat diri. Cream malam bekerja lebih ampuh dari yang pagi, begitu kata internet, jadi jangan jadikan ngantuk sebagai alasan untuk lupa memakai cream malam kalian.

Minggu, 11 Januari 2015

Porsi Makan Besar untuk Keluarga Kecil

Semua orang punya makanan favorit masing-masing, ada yang enak buat satu orang belum tentu enak buat yang lainnya. Kayak yang pernah saya baca di Novel Manusia Setengah Salmon nya Abang Raditya Dika yang ganteng. Jadi kesimpulannya, enak atau nggak enak itu relatif, sama kayak kecantikan kali ya.

Hari Minggu ini saya dan keluarga sekitar jam 9 ke gereja untuk ekaristi. Setelah selesai, kami memutuskan untuk makan bubur ayam. Sebenernya di Gereja Katedral itu udah banyak yang jual makanan kecil seperti lekker, arem-arem, siomay ayam, dsb. Kami udah nongkrong di salah satu kios  warna merah beli jajanan untuk adik-adik saya. Saya juga beli jus alpukat dan sirsat botolan dari kakak kelas saya yang jualan di sekitar Gereja setelah misa buat cari dana.
Tapi namanya juga orang kelaperan, jadi saya sekeluarga mulai hunting tempat makan di luar Gereja. Yah ngaku aja sebenarnya saya sekeluarga hobinya makan, mungkin karena mama menganut kepercayaan hidup untuk makan, bukan makan untuk hidup. Hal ini yang menyebabkan bukan pengeluaran saja yang membengkak, tapi juga perut kami, terlebih dua adik saya yang lebih besar ukurannya daripada saya -ups.

Mula nya kami bingung karena referensi makan bubur ayam di pagi hari cuma di bubur ayam sekitar Pantai Marina. Karena jauh, maka kami berpikir dua kali untuk ke sana, karena gereja kami ada di Gereja Katedral daerah Tugu Muda, Semarang Selatan. Selain di Pantai Marina, sebenarnya juga ada bubur ayam di dekat rumah, tapi cuma pakai gerobakan, jadi kami tidak berminat ke sana karena bukan tempat makan keluarga yang tepat. Akhirnya saya browsing di mbah Google iseng-iseng cari referensi tempat sarapan bubur ayam yang enak di Semarang. Tapi entah mungkin blog yang saya buka atau alamat web yang saya buka kemungkinan sudah dari beberapa tahun lalu, otomatis sudah banyak yang berubah di Kota Semarang. Seperti yang dituliskan di salah satu alamat web, bahwa bubur ayam banyak di bundaran Simpang Lima, tentu saja waktu saya sekeluarga ke sana, sudah tidak ada apapun. Bundaran Simpang Lima kan sekarang jauh lebih tertib dari beberapa tahun yang lalu. Paling-paling waktu malam di sekitar situ cuma ramai sepeda-sepeda atau becak-becak berhiaskan lampu nan warna-warni. Sepedanya tdak hanya untuk satu orang tapi sepeda gandeng untuk 2-3 orang.Saya pernah sekali mencoba dengan budget sekitar Rp10.000,00 per orang kalau tidak salah, lupa. Satu kali naik sekitar 30 menit.

Oke, kembali lagi ke bubur ayam, saya tidak menemukan apapun di Simpang Lima. Kemudian kami sekeluarga beralih ke Pusat Kuliner Semarang, berharap melihat tulisan BUBUR AYAM tapi kami tidak menemukan juga. Malah rata-rata warung-warung masih tutup, padahal itu sudah sekitar pk.10.00 WIB, yah, mungkin mereka hanya buka waktu malam hari.

Dan akhirnya destinasi kami berakhir di Bubur Ayam Semawis, tapi bukan di Semawis nya. Semawis itu seperti pasar orang-orang Tionghoa di Semarang yang cuma buka pada hari weekend malam saja. Bubur Ayam Semawis yang saya maksud ini ada di Jalan Moh. Suyudi. Letaknya bersebelahan dengan Sate Kempleng 2 yang nggak jauh beda ramainya. Meskipun mama saya sudah cuap-cuap karena harga bubur ini di atas rata-rata, tapi akhirnya pun kami berhenti di sana untuk makan bubur - akhirnya!
Memang harga nya kalau dibandingkan bubur ayam biasa ya jelas lebih tinggi, but it's worth it. Bubur ini bervariasi, jadi bisa pilih sendiri topping nya, bisa 2 sampai 3 topping dicampur. rasa nya juga bervariasi, ada bubur ayam, bubur jamur, bubur kepiting, bubur polos juga ada - buat yang gigi nya barusan dibehel yang gak bisa makan apa-apa kecuali bubur, hehe pengalaman pribadi. Harga mulai dari Rp10.000,00 untuk bubur polos. Bubur lain sekitar Rp13.000,00 sampai Rp20.000,00 ke atas tergantung toppingnya. 

Ini yang saya pesan Bubur Ayam, sudah termasuk pangsit dan telur yaa..
Rp 13.000,00
Lihat gambarnya aja udah bikin ngiler kan? Gambarnya dari saya sendiri ya, jadi udah melalui editing juga biar masuk blog tambah unyu, tapi juga nggak jauh beda kok sama aslinya, cuma warnanya agak di filter aja yang di foto :P
Di Bubur Ayam Semawis ini kalian yang suka siomay atau dimsum juga bisa mampir, karena di sini juga menyediakan makanan tersebut. Kalau tadi sih mama saya juga pesan dimsum, tapi lupa difoto jeprat-jepret hehe...

Setelah makan, akhirnya saya sekeluarga capcus pulang. Cuma makan bubur aja udah kenyang banget. Porsi nya itu loh yang banyak - atau perut saya yang porsi nya kecil? ups - Sampai di rumah, saya disuguhi mama pancake durian. Itu lhoooo yang warna warni biasanya sih hijau atau kuning, kalau digigit di dalamnya ada lelehan durian. Siapa yang suka durian? Saya pribadi sih netral lah yaa.. Kadang kalau lagi mood ya makan, kalau lagi males ya nggak makan, simple. Nggak terlalu benci kayak yang lebay nglirik durian dikit langsung muntah, juga nggak terlalu fanatik sama durian kayak orang-orang yang bisa milih durian cuma dengan menghirup aroma nya satu per satu, mereka sih gampang banget tau "oh yang ini matang" atau "oh yang ini busuk" atau bisa juga "oh yang ini isi nya warna pink". Ah apa sih, out of topic banget, oke, jadi saya makan aja tuh pancake yang dikasih mama. Katanya sih beli di tetangga, satuannya sekitar Rp10.000,00, harganya sama kayak bubur polos ya. Tapi at last saya seneng juga karena manis, ya meskipun agak kemanisan sih.
Ini yang namanya pancake durian, udah pada tau kan ya? Saya makan yang warna hijau.

Nanti sore mama saya ada arisan, kebetulan tempatnya juga rumah kami yang ketempatan, jadi otomatis mama juga menyiapkan aneka makanan kecil lain yang buanyak buanget seperti pastel, arem-arem, dan bolu kukus yang Beliau beli di pasar. Kecil-kecil kalau banyak juga jadi besar kan ya? Yaudahlah gapapa yang penting tetep semangat aja program dietnya :') Maaf nggak penting huehuehehee

Semoga bermanfaat. Tolong tinggalkan pesan atau komentar buat Babi atau kirim email ke keluhkesahbabi@gmail.com, makasih!